Minggu, 05 Oktober 2014

Teori Tempat Pusat (Surabaya)

Teori tempat pusat oleh Christaller menjelaskan mengenai bagaimana susunan dari besaran kota dan distribusinya di dalam suatu wilayah. Model Christaller menggambarkan area pusat-pusat kegiatan jasa pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah membentuk pola segi enam, yang secara teori bisa memberikan keuntungan optimal pada kegiatan tersebut. Penerapan teori ini dalam kehidupan zaman sekarang memiliki suatu hubungan yang masih relevan dan ada juga yang sudah tidak relevan termasuk saat mengkaji menggunakan wilayah studi di Kota Surabaya.
Asumsi yang masih relevan saat dikaitkan dengan wilayah studi hanyalah poin kedua dan keempat. Hal tersebut karena suatu pusat pelayanan memiliki jangkauannya masing-masing yang satu sama lainnya berbeda, dan hal tersebut ditentukan dengan biaya yang dikeluarkan dan waktu yang dihabiskan. Begitu pula mengenai asumsi yang menyatakan bahwa ‘Kota-kota berfungsi sebagai tempat pusat bagi wilayah disekitarnya” juga masih relevan sebab Kota Surabaya merupakan pusat bagi kawasan sekitarnya yaitu sebagai ibukota Provinsi di Jawa Timur dan menjadi kota terbesar kedua di Indonesia.

Sedangkan asumsi yang saat ini sudah kurang relevan terdapat pada poin pertama, ketiga dan kelima. Hal tersebut karena pada saat ini perkembangan kemajuan teknologi sudah menjadi sangat canggih sehingga untuk masalah jarak ke tempat pusat adalah hal yang tidak perlu dipermasalahkan lagi karna mampu dipenuhi. Selain itu juga untuk poin kedua saat ini sudah kurang relevan, karena banyak masyarakat Kota Surabaya yang melakukan pembelian barang menggunakan jasa pesan-antar, pesan-jemput, dan melalui cara online. Begitu halnya untuk poin terakhir yang saat ini sudah kurang relevan karena pada kenyataannya kondisi perekonomian masyarakat memiliki ciri yang beragam/heterogen serta memiliki pola persebaran penduduk yang tidak merata di tiap wilayahnya dengan kondisi topografi Kota Surabaya yang mendukung hal itu.

Teori Lokasi Von Thunen pada struktur ruang kota

Johann Heinrich von Thunen merupakan seorang ekonom yang menjanjikan pada abad ke-19. Von Thunen adalah seorang tuan tanah asal Mecklenburg (sebelah utara Jerman) yang merupakan pionir teori pemanfaatan tanah. Von Thunen mengidentifikasi perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan atas dasar perbedaan sewa lahan. Beliau menyatakan bahwa semakin dekat dengan pusat, maka harga sewa tanah akan semakin mahal, dan semakin jauh jarak dari pusat, harga sewa tanah akan semakin rendah.
Von Thunen secara umum mengemukakan bahwa pada pusat kota lahan difungsikan sebagai commercial center, dimana menjadi CBD (Central Bussines District) dari lahan tersebut, sebagai pusat perdagangan barang dan jasa. Kemudian diikuti lingkaran terluarnya sebagai manufacturing place, yaitu tempat segala industri. Lingkaran terluar menjadi residence place, tempat dilokasikannya pemukiman. Diagram cincin Von Thunen tersebut biasa dikenal dengan istilah “Model Zona Sepusat”.
Pada perkembangannya, muncul teori-teori yang menanggapi model cincin Von Thunen tersebut, yaitu ketiga teori dasar pola penyebaran guna lahan kota:
a.         Teori Konsentris (Erness W. Burgess)
Kota meluas secara merata dari suatu inti asli atau CBD (Central Bussiness District), sehingga tumbuh zona yang masing-masing sejajar secara simultan dan mencerminkan penggunaan lahan yang berbeda.
1.        Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District)
2.       Zona peralihan atau zona transisi, merupakan daerah kegiatan
3.       Zona permukiman kelas proletar, pemukiman buruh
4.    Zona permukiman kelas menengah (residential zone)
5.     Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi
6.    Zona penglaju (commuters)
b.     Teori Sektoral (Homer Hoyt)
Pengelompokan tata guna lahan menyebar dari pusat kearah luar berupa sektor (wedges) akibat dari kondisi geografis dan mengikuti jaringan transportasi. Dimungkinkan tata guna lahan yang bercampur (mixed use) di tiap sektor.
1.         Sektor pusat kegiatan bisnis
2.       Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan
3.       Sektor kaum buruh atau kaum murba, yaitu kawasan permukiman kaum buruh
4.      Sektor permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma
  1. Sektor permukiman adiwisma
c.         Teori Multiple Nuclei (Harris Ullman)
Pertumbuhan kota bermulai dari satu pusat (inti) menjadi kompleks oleh munculnya kutub-kutub pertumbuhan baru. Di sekeliling pusat-pusat (nucleus) baru itu akan mengelompok tata guna lahan yang berhubungan secara fungsional.
1.           Pusat kota atau Central Business District (CBD).
2.         Kawasan niaga dan industri ringan.
3.         Kawasan murbawisma atau permukiman kaum buruh.
4.        Kawasan madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah.
5.         Kawasan adiwisma atau permukiman kaum kaya.
6.        Pusat industri berat.
7.         Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
8.        Upakota, untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
9.        Upakota (sub-urban) kawasan industri
Perkembangan pola penyebaran guna lahan tersebut diantaranya disebabkan oleh urbanisasi dan perkembangan akses yang kemudian memperluas distribusi fungsi lahan perkotaan itu sendiri. Hal tersebut akan menyebabkan munculnya zona-zona lahan sesuai fungsi atau tata guna lahannya. Oleh karena itu, teori Von Thunen juga menjadi dasar sekaligus stimulus munculnya teori-teori lain mengenai perkembangan pola penyebaran, sebagai implikasi terhadap zona lahan dan struktur keruangan kota. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model cincin Von Thunen menjadi pelopor munculnya teori-teori lain, yang menunjukkan implikasi teorinya terhadap zona lahan berdasarkan fungsi atau tata guna lahan serta pada struktur keruangan kota yang terbentuk.
Sumber:
Sain, Smanis. 2011. “Struktur Ruang kota”, dalam http://geobelajar.blogspot.com/2011. Diunduh pada Sabtu, 14 September 2013.

Hilman, Maman. 2011. “Implikasi Teori Von Thunen”, dalam http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/. Diunduh pada Sabtu, 14 September 2013.

Review Teori Lokasi

Lokasi merupakan suatu keterangan yang menunjukkan tempat, sedangkan pola merupakan bentukan yang terulang. Sehingga pola ruang merupakan bentukan yang terdapat dalam suatu ruang. Dalam menentukan lokasi untuk pembelajaran ini menggunakan sistem ekonomi sebagai dasar pemilihan lokasi. Sistem ekonomi ini digunakan karena pada dasarnya menyangkut alokasi dan penggunaan sumberdaya yang terbatas atau langka (scarcity) sehingga sistem ekonomi menjadi dasar dalam analisis lokasi. Contohnya, dalam pemilihan lokasi pabrik, secara ekonomi pabrik akan efisien jika dibangun ditempat yang berada dekat dengan sumber daya, tempat tinggal buruh, dan para konsumen. Masalah pemilihan lokasi menyangkut 2 hal yang penting, yaitu:
1.          Fungsional, yaitu memperhatikan siapa saja yang terlibat dalam pemilihan lokasi seperti individu, keluarga, RT/RW, perusahaan, industri, dan negara.
2.         Areal, yaitu seberapa besar cakupan wilayah dalam pemilihan lokasi seperti ruangan, gedung, lingkungan, kota, metropolis, provinsi, negara, atau global.
Dalam halnya faktor produksi merupakan sesuatu yang menetukan keberadaan suatu kegiatan di dalam ruang merupakan bagian dari sistem ekonomi. Faktor lokasi itu adalah produksi itu sendiri, hal-hal tersebut yaitu:
1.          Bahan baku, yang akan berkurang selama proses pemindahan
2.         Energi, berkurang sedikit fungsinya akibat teknologi
3.         Lahan, bersifat tetap dan tidak bisa bergerak
4.        Tenaga kerja, berperan bagi kegiatan industri yang padat karya
5.         Modal, bersifat liquid (mudah berpindah) dan bersifat fixed (mesin, bangunan, dsb)
Dimensi analisis lokasi meliputi 2 macam yaitu deskriptif dan normatif. Dimensi deskriptif menjelaskan mengenai fenomena yang terjadi sedangkan dimensi analisis lokasi normatif mengenai perhitungan bagaimana seharusnya lokasi itu ditempatkan misalnya pos pemadam kebakaran yang ditempatkan pada lokasi yang memiliki prasarana transportasi jalan yang mudah diakses.
Dalam hal penempatan lokasi terdapat teori-teori yang mendukung yang disebut pula “Teori Lokasi”. Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial (Tarigan, 2006). Teori lokasi mempelajari pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis pengaruh jarak terhadap intensitas orang dapat dikembangkan untuk melihat suatu lokasi yang memiliki daya tarik terhadap batas wilayah pengaruhnya, dimana orang masih ingin mendatangi pusat yang memiliki daya tarik tersebut. Hal tersebut terkait dengan besarnya daya tarik pada pusat tersebut dan jarak antara lokasi dengan pusat tersebut. Cakupan teori lokasi yaitu meliputi:
1.        Lahan pertanian dan guna lahan kota (Von Thunen dan teori turunannya)
2.       Lokasi industri (pendekatan deterministik Weberian dan pendekatan prilaku)
3.       Tempat pusat (Christaller dan teori turunannya)
4.      Alokasi lokasi (mengalokasikan fasilitas kota)
5.       Interaksi keruangan (hubungan antarlokasi dan kegiatan).

Sumber:
-        Anonim.“Teori Lokasi” dalam http://repository.usu.ac.id/. Diunduh pada Selasa, 03 September    2013.

-        Pengantar Analisis Lokasi dan Ruang, materi kuliah Lokasi dan Pola Ruang 2013.