Teori
tempat pusat oleh Christaller menjelaskan mengenai bagaimana susunan dari
besaran kota dan distribusinya di dalam suatu wilayah. Model Christaller
menggambarkan area pusat-pusat kegiatan jasa pelayanan cenderung tersebar di
dalam wilayah membentuk pola segi enam, yang secara teori bisa memberikan
keuntungan optimal pada kegiatan tersebut. Penerapan teori ini dalam kehidupan
zaman sekarang memiliki suatu hubungan yang masih relevan dan ada juga yang
sudah tidak relevan termasuk saat mengkaji menggunakan wilayah studi di Kota
Surabaya.
Asumsi
yang masih relevan saat dikaitkan dengan wilayah studi hanyalah poin kedua dan
keempat. Hal tersebut karena suatu pusat pelayanan memiliki jangkauannya
masing-masing yang satu sama lainnya berbeda, dan hal tersebut ditentukan dengan
biaya yang dikeluarkan dan waktu yang dihabiskan. Begitu pula mengenai asumsi
yang menyatakan bahwa ‘Kota-kota berfungsi sebagai tempat pusat bagi wilayah
disekitarnya” juga masih relevan sebab Kota Surabaya merupakan pusat bagi
kawasan sekitarnya yaitu sebagai ibukota Provinsi di Jawa Timur dan menjadi
kota terbesar kedua di Indonesia.
Sedangkan asumsi
yang saat ini sudah kurang relevan terdapat pada poin pertama, ketiga dan
kelima. Hal tersebut karena pada saat ini perkembangan kemajuan teknologi sudah
menjadi sangat canggih sehingga untuk masalah jarak ke tempat pusat adalah hal
yang tidak perlu dipermasalahkan lagi karna mampu dipenuhi. Selain itu juga
untuk poin kedua saat ini sudah kurang relevan, karena banyak masyarakat Kota
Surabaya yang melakukan pembelian barang menggunakan jasa pesan-antar, pesan-jemput,
dan melalui cara online. Begitu halnya untuk poin terakhir yang saat ini sudah
kurang relevan karena pada kenyataannya kondisi perekonomian masyarakat
memiliki ciri yang beragam/heterogen serta memiliki pola persebaran penduduk
yang tidak merata di tiap wilayahnya dengan kondisi topografi Kota Surabaya
yang mendukung hal itu.