Minggu, 05 Oktober 2014

Teori Lokasi Von Thunen pada struktur ruang kota

Johann Heinrich von Thunen merupakan seorang ekonom yang menjanjikan pada abad ke-19. Von Thunen adalah seorang tuan tanah asal Mecklenburg (sebelah utara Jerman) yang merupakan pionir teori pemanfaatan tanah. Von Thunen mengidentifikasi perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan atas dasar perbedaan sewa lahan. Beliau menyatakan bahwa semakin dekat dengan pusat, maka harga sewa tanah akan semakin mahal, dan semakin jauh jarak dari pusat, harga sewa tanah akan semakin rendah.
Von Thunen secara umum mengemukakan bahwa pada pusat kota lahan difungsikan sebagai commercial center, dimana menjadi CBD (Central Bussines District) dari lahan tersebut, sebagai pusat perdagangan barang dan jasa. Kemudian diikuti lingkaran terluarnya sebagai manufacturing place, yaitu tempat segala industri. Lingkaran terluar menjadi residence place, tempat dilokasikannya pemukiman. Diagram cincin Von Thunen tersebut biasa dikenal dengan istilah “Model Zona Sepusat”.
Pada perkembangannya, muncul teori-teori yang menanggapi model cincin Von Thunen tersebut, yaitu ketiga teori dasar pola penyebaran guna lahan kota:
a.         Teori Konsentris (Erness W. Burgess)
Kota meluas secara merata dari suatu inti asli atau CBD (Central Bussiness District), sehingga tumbuh zona yang masing-masing sejajar secara simultan dan mencerminkan penggunaan lahan yang berbeda.
1.        Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District)
2.       Zona peralihan atau zona transisi, merupakan daerah kegiatan
3.       Zona permukiman kelas proletar, pemukiman buruh
4.    Zona permukiman kelas menengah (residential zone)
5.     Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi
6.    Zona penglaju (commuters)
b.     Teori Sektoral (Homer Hoyt)
Pengelompokan tata guna lahan menyebar dari pusat kearah luar berupa sektor (wedges) akibat dari kondisi geografis dan mengikuti jaringan transportasi. Dimungkinkan tata guna lahan yang bercampur (mixed use) di tiap sektor.
1.         Sektor pusat kegiatan bisnis
2.       Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan
3.       Sektor kaum buruh atau kaum murba, yaitu kawasan permukiman kaum buruh
4.      Sektor permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma
  1. Sektor permukiman adiwisma
c.         Teori Multiple Nuclei (Harris Ullman)
Pertumbuhan kota bermulai dari satu pusat (inti) menjadi kompleks oleh munculnya kutub-kutub pertumbuhan baru. Di sekeliling pusat-pusat (nucleus) baru itu akan mengelompok tata guna lahan yang berhubungan secara fungsional.
1.           Pusat kota atau Central Business District (CBD).
2.         Kawasan niaga dan industri ringan.
3.         Kawasan murbawisma atau permukiman kaum buruh.
4.        Kawasan madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah.
5.         Kawasan adiwisma atau permukiman kaum kaya.
6.        Pusat industri berat.
7.         Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
8.        Upakota, untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
9.        Upakota (sub-urban) kawasan industri
Perkembangan pola penyebaran guna lahan tersebut diantaranya disebabkan oleh urbanisasi dan perkembangan akses yang kemudian memperluas distribusi fungsi lahan perkotaan itu sendiri. Hal tersebut akan menyebabkan munculnya zona-zona lahan sesuai fungsi atau tata guna lahannya. Oleh karena itu, teori Von Thunen juga menjadi dasar sekaligus stimulus munculnya teori-teori lain mengenai perkembangan pola penyebaran, sebagai implikasi terhadap zona lahan dan struktur keruangan kota. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model cincin Von Thunen menjadi pelopor munculnya teori-teori lain, yang menunjukkan implikasi teorinya terhadap zona lahan berdasarkan fungsi atau tata guna lahan serta pada struktur keruangan kota yang terbentuk.
Sumber:
Sain, Smanis. 2011. “Struktur Ruang kota”, dalam http://geobelajar.blogspot.com/2011. Diunduh pada Sabtu, 14 September 2013.

Hilman, Maman. 2011. “Implikasi Teori Von Thunen”, dalam http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/. Diunduh pada Sabtu, 14 September 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar