Johann
Heinrich von Thunen merupakan seorang ekonom yang menjanjikan pada abad ke-19.
Von Thunen adalah seorang tuan tanah asal Mecklenburg (sebelah utara Jerman)
yang merupakan pionir teori pemanfaatan tanah. Von Thunen mengidentifikasi
perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan atas dasar perbedaan sewa lahan. Beliau
menyatakan bahwa semakin dekat dengan pusat, maka harga sewa tanah akan
semakin mahal, dan semakin jauh jarak dari pusat, harga sewa tanah akan semakin
rendah.
Von
Thunen secara umum mengemukakan bahwa pada pusat kota lahan difungsikan
sebagai commercial center, dimana menjadi CBD (Central Bussines District)
dari lahan tersebut, sebagai pusat perdagangan barang dan jasa. Kemudian
diikuti lingkaran terluarnya sebagai manufacturing place, yaitu tempat
segala industri. Lingkaran terluar menjadi residence place, tempat
dilokasikannya pemukiman. Diagram cincin Von Thunen tersebut biasa dikenal
dengan istilah “Model Zona Sepusat”.
Pada
perkembangannya, muncul teori-teori yang menanggapi model cincin Von Thunen
tersebut, yaitu ketiga teori dasar pola penyebaran guna lahan kota:
a.
Teori Konsentris (Erness W. Burgess)
Kota meluas secara merata
dari suatu inti asli atau CBD (Central Bussiness District), sehingga tumbuh
zona yang masing-masing sejajar secara simultan dan mencerminkan penggunaan
lahan yang berbeda.
1.
Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District)
2. Zona peralihan atau zona transisi,
merupakan daerah kegiatan
3. Zona permukiman kelas proletar, pemukiman
buruh
4. Zona permukiman kelas menengah
(residential zone)
5. Wilayah tempat tinggal masyarakat
berpenghasilan tinggi
6. Zona penglaju (commuters)
b. Teori
Sektoral (Homer Hoyt)
Pengelompokan tata guna
lahan menyebar dari pusat kearah luar berupa sektor (wedges) akibat dari
kondisi geografis dan mengikuti jaringan transportasi. Dimungkinkan tata guna
lahan yang bercampur (mixed use) di tiap sektor.
1.
Sektor pusat kegiatan bisnis
2. Sektor kawasan industri ringan dan
perdagangan
3. Sektor kaum buruh atau kaum murba, yaitu
kawasan permukiman kaum buruh
4. Sektor permukiman kaum menengah atau
sektor madya wisma
- Sektor permukiman adiwisma
c.
Teori Multiple Nuclei (Harris Ullman)
Pertumbuhan
kota bermulai dari satu pusat (inti) menjadi kompleks oleh munculnya kutub-kutub
pertumbuhan baru. Di sekeliling pusat-pusat (nucleus) baru itu akan mengelompok
tata guna lahan yang berhubungan secara fungsional.
1.
Pusat kota atau
Central Business District (CBD).
2.
Kawasan
niaga dan industri ringan.
3.
Kawasan
murbawisma atau permukiman kaum buruh.
4.
Kawasan
madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah.
5.
Kawasan
adiwisma atau permukiman kaum kaya.
6.
Pusat
industri berat.
7.
Pusat
niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
8.
Upakota,
untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
9.
Upakota
(sub-urban) kawasan industri
Perkembangan
pola penyebaran guna lahan tersebut diantaranya disebabkan oleh urbanisasi dan
perkembangan akses yang kemudian memperluas distribusi fungsi lahan perkotaan
itu sendiri. Hal tersebut akan menyebabkan munculnya zona-zona lahan sesuai fungsi
atau tata guna lahannya. Oleh karena itu, teori Von Thunen juga menjadi dasar
sekaligus stimulus munculnya teori-teori lain mengenai perkembangan pola
penyebaran, sebagai implikasi terhadap zona lahan dan struktur keruangan kota. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa model cincin Von Thunen menjadi pelopor munculnya teori-teori
lain, yang menunjukkan implikasi teorinya terhadap zona lahan berdasarkan
fungsi atau tata guna lahan serta pada struktur keruangan kota yang terbentuk.
Sumber:
Sain,
Smanis. 2011. “Struktur Ruang kota”, dalam http://geobelajar.blogspot.com/2011.
Diunduh pada Sabtu, 14 September 2013.
Hilman,
Maman. 2011. “Implikasi Teori Von Thunen”, dalam http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/.
Diunduh pada Sabtu, 14 September 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar